Aku sangat senang karena beberapa hari menjelang akhir tenggat #nulisbareng kali ini, ada yang mengirimkan tulisannya, hence the title ‘mengubur kesedihan’, hehe. Harus kuakui, kali ini aku sedikit keteteran promosi event, ahahaha. Kupikir akan lowong (dan memang seharusnya lowong), tetapi ternyata ada beberapa hal yang sempat aku tunda di waktu lalu, ndilalah muncul sebagai hal yang harus diselesaikan dalam minggu-minggu ini.
Toyor kepala sendiri.
Tapi ya, aku senang sekali karena tiga tulisan yang masuk kali ini, terasa lepas dan jujur. Mungkin batasan kata yang sebelumnya ada, membuat tantangan kali ini bisa dijadikan tempat meluahkan keluh-kesah. Terima kasih banyak untuk Nara Lahmusi, Putri Brilliany, dan Din Jagga yang sudah berbagi kisah-kisahnya, ya! Semoga sesuai judul post, tulisan ini juga bisa buat kalian mengubur kesedihan yang kalian punya!
Seperti biasa, aku akan berikan ulasan pribadi untuk ketiga kisah ini.
1. Batuk. Dari sisi gaya menulis, aku melihat banyak kemiripan antara tulisan Putri dan tulisanku sendiri (dalam beberapa cerpen). Cara kami bertutur, dan menggelindingkan kisah dengan menggunakan simpul-simpul pikiran. Hal ini membuatku sedikit mengerutkan kening ketika menurutku kisahnya bisa dibawa ke arah lain, saat penulis membawanya ke arah yang berbeda. Tentu saja, itu tidak mengurangi kesenanganku membaca kisah kontemplasi berjudul Batuk ini.
Lewat kejadian super singkat (seharusnya), kita bisa menyaksikan puntiran balik dalam hidup tokoh utama, dan meski banyak hal menyedihkan yang terjadi di sana, aku merasa senang dengan penutup kisah. Terkesan klise, tapi setidaknya ada closure yang jelas, bahwa di balik kejadian sederhana ada lapisan trauma, rasa malu, dan ketidakadilan sosial yang tak seharusnya dialami siapa pun. Hal-hal kecil seperti batuk yang menjadi simbol penderitaan (lahir dan batin) menunjukkan bagaimana sesuatu yang terlihat sepele bisa menjadi cermin dari luka yang lebih besar.
Jika aku harus memberi masukan, aku akan mempreteli beberapa kiasan yang kerap berkelindan saat penulis menguraikan cerita. Tidak semua, tentu saja, tapi ada beberapa yang menurutku sedikit jadi rem saat cerita harusnya sudah bergulir lancar. Tentu saja aku pikir ini gaya khas penulis sih. Seru ceritanya!
2. Fasad. Bertolak belakang dengan Batuk, cerpen ini hampir tak menggunakan kiasan dalam penuturannya, cenderung lurus dengan pemaparan yang apa adanya. Penulis menggunakan permainan kata yang aman karena kisah yang ditawarkan sebenarnya adalah kisah yang sangat alami. Aku tentu saja berharap cerpen ini memberi ruang untuk bertanya lebih, tentang kenapa kisah ini harus dituliskan, atau apa yang menjadi motivasi tokoh utama, atau pergolakan batin yang mendasari kisah terjadi. Cerpen ini juga lebih terasa seperti kritik sosial tentang keserakahan dan ambisi pribadi daripada eksplorasi mendalam tentang hal-hal yang “tak seharusnya terjadi.” Terlepas dari itu semua, cerpen ini salah satu yang jujur sekali dalam memberi nasihat. Well done!
3. Mencuri Wajah Bapak. Dari judulnya saja, aku sudah menduga akan segelap apa cerpen ini, dan aku tak kecewa. Terlepas dari mungkin di luar sana ada beberapa cerpen yang sudah mengangkat tema serupa, kisah-kisah semacam ini tak akan pernah hilang dari peredaran, dan kita perlu mengapresiasi berbagai sudut pandang yang terus ditawarkan. Aku bisa merasakan apa yang dialami oleh tokoh dalam cerpen, dan aku yakin banyak yang seperti itu. Penulis mampu menyusun cerita dengan rapi dan hati-hati agar rentetan kisah yang terjadi tak terkesan dipaksakan.
Cerpen ini sangat kuat dalam menggambarkan sesuatu yang tidak seharusnya terjadi: seorang anak yang ingin mencuri wajah ayahnya, baik secara simbolis maupun literal. Ada unsur ironi yang gelap— yang melibatkan keajaiban dan pengkhianatan terhadap orang yang mencintainya. Twist tentang wajah asli Bapak juga memperkuat gagasan bahwa dunia penuh dengan “topeng” yang seharusnya tak ada. Cerpen ini menonjol karena tidak hanya bermain di ranah fantasi, tetapi juga menyoroti moralitas manusia secara mendalam. Semoga yang sedang ‘luka-luka’ segera disembuhkan oleh dunia. Ayoo, mari kita kubur kesedihan itu!
Semoga berkenan dengan komentar dariku, ya! Semangat terus menulis!
Tentu saja sesuai janji, ada dua orang yang beruntung dalam event kali ini yaitu Putri dan Nara. Selamat! Sementara untuk Dina, jika berkenan I have 75k for you too! Semua nanti boleh japri (DM Twitter/Whatsapp/IG) untuk klaim insentif nulisnya, ya. 🙂 Sampai ketemu lagi bulan-bulan mendatang. Dan semoga topiknya bisa jauh dari mengubur kesedihan, hehe.

Terima kasih ulasan dan apresiasinya, Pak dok!
Sama-sama, Mba Dina! Semangat terus menulis!
Terima kasih, Pakdok~ Event menulisnya selalu membantuku untuk keluar dari writing slump yang gak ada obatnya. Hehe. Masukannya akan kujadikan bahan perbaikan. ✨
Superb job this time! Writing slump itu hal wajib ehehe. XD